Warta Metropolitan, Blog Warta Indonesia

Legalitas Kawin Lari menurut Hukum Islam

Pertanyaan :
Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Ana (saya) mau tanya, di kampung ana ada seorang wanita yang ingin menikah, tetapi orang tua wanita tersebut tidak menyukai calon anaknya itu. Dengan begitu, mereka lari  meninggalkan rumah untuk menikah di tempat yang tidak diketahui orang tua wanita tersebut. Yang ana mau tanyakan, bagaimana hukumnya menikah dengan seperti itu?

Syukran, jazakallah khairan
08524xxxxxxxx

Jawaban :
Wa ’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh
Alhamdulillah. Kita semua tahu, bahwa Allah menjadikan menikah sebagai media menyalurkan syahwat secara halal. Di luar pernikahan yang sah, dan mempergauli budak –di masa di mana perbudakan masih ada, dan budak-budak masih ada–, hubungan intim yang dilakukan seseorang dengan lawan jenisnya adalah haram, dan kita tahu pula bahwa itu yang disebut zina.

Bila kita telah mengerti, tentu kita juga menyadari bahwa menikah itu seperti halnya amalan-amalan dalam Islam: bisa sah, bisa pula tidak. Bila pernikahan tidak sah, maka hukum wanita yang berhubungan intim dengan pria saat itu adalah tidak sah, alias haram, alias berzina.

Bagaimana pernikahan itu dianggap sah? Dalam Islam, dalam pendapat yang  mufakat, minimal ada dua syarat bagi pernikahan yang dianggap sah.
Pertama, adanya wali.
Kedua, adanya akad nikah.

Sebagian ulama memasukkan mahar dalam syarat dan rukun menikah. Sebagian ulama juga memasukkan saksi ke dalam syarat nikah. Tapi pendapat yang benar –wallaahu a’lam―bahwa syarat yang pasti, ada dua: wali dan akad nikah. Ini yang disepakati oleh para ulama. Sementara mahar, hukumnya wajib. Sedangkan adanya saksi adalah sunnah, atau maksimal hukumnya wajib, seperti juga mahar.

Kalau dikatakan syarat, berarti tanpa wali dan akad nikah, atau tanpa salah satu dari keduanya, maka nikah dianggap tidak sah. Kalau tidak sah, berarti masing-masing belum halal bagi lainnya. Bila mereka melakukan hubungan badan, berarti tergolong perbuatan zina.

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Wanita mana pun yang  menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya itu batil, batil, batil (tidak sah).” [1]

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ

”Menikah itu tidak sah, kecuali dengan adanya wali.” [2]

Menilik penjelasan di atas, apabila seorang wanita meminta izin kepada orang tuanya, atau walinya seperti kakak kandungnya –bila kebetulan sudah tidak memiliki ayah–, kemudian ia berlari dan menikah diam-diam, maka hukum menikahnya itu batal, alias tidak sah. Pria yang menikahinya itu tidak sah menjadi suaminya, dan masih belum halal baginya.


[majalahsakinah.com]

0 Comments:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.