PestaBaca.info - Jakarta, Pembentukan Satgas Khusus untuk penanganan dan pembelaan warga negara Indonesia (WNI) yang terancam hukuman mati di luar negeri oleh Presiden SBY menimbulkan pro-kontra. Migrant Care menilai Satgas hanya upaya untuk pengalihan masalah semata.
"Itu hanya pengalihan masalah dan itu perlihatkan bahwa apa yang disampaikan SBY dalam ILO soal perlindungan Indonesia sudah jalan, itu tidak sesuai kenyataan. Satgas nggak bisa ngapa-ngapain, ini harus G to G (Government to Government)," kata Analis Kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo saat berbincang dengan detikcom, Jumat (24/6/2011).
Wahyu menyampaikan, tanpa dibentuknya Satgas, pemerintah sebetulnya telah memiliki lembaga dan kementerian yang dapat mengatur masalah buruh migran. Sayangnya, lembaga-lembaga tersebut tidak mampu mengatasai persoalan TKI di luar negeri.
"Realitasnya di Indonesia ada 18 kementerian dan lembaga yang punya portofolio yang punya anggaran untuk buruh migran. Secara kuantitas, lembaga yang nangani migran itu banyak, tapi secara kualitas tidak punya dampak signifikan," kata dia.
Wahyu pesimis jika pemerintah dapat memberikan bantuan hukum terhadap TKI yang terancam hukuman mati di luar negeri. Pemerintah dinilai diskriminatif terhadap buruh migran.
"Kemarin kita lihat Menlu (Marty Natalegawa) katakan telah memulangkan buruh migran di Libya, Mesir dan Jepang dengan pesawat, oke. Tapi bagaimana pemerintah yang lelet memulangkan TKI yang di bawah kolong jembatan di sana. Kalaupun dipulangkan, itu pun mayoritas dipulangkan dengan kapal laut. ini terlihat jelas pada kelompok kerah putih seperti mahasiswa, keluarga diplomat dan kelas menengah lain dengan cepat melakukan pemulangan, tapi terhadap buruh, mana," bebernya.
Padahal menurutnya, TKI telah menyumbangkan devisa yang besar setiap tahunnya. Bahkan, devisa TKI terus meningkat setiap tahunnya.
"Menurut catatan kami, tahun 2010 jumlah yang diberikan oleh TKI itu mencapai Rp 65 triliun dan meningkat setiap tahunnya. Setiap tahun hampir ada 600 ribu TKI yang dikirimkan," kata dia.
Sementara itu, terkait moratorium, Wahyu menilai itu bukan satu-satunya jalan keluar. Pemerintah sudah saatnya mencari negara lain yang lebih beradab terhadap para TKI.
"Saya appriciate (moratorium), tapi itu bukan satu-satunya jalan dan bukan sekedar jeda. Saya beri catatan bahwa MoU ini bukan alat untuk memulangkan TKI, tapi sebagai exit strategi, keluar secara bertahap. Langkah secara bertahap untuk memulangkan TKI di Arab dan mengalihkan ke negara lain yang lebih ramah," papar dia.
Pemerintah, kata dia, sudah saatnya menciptakan lapangan pekerjaan yang luas agar tidak mengalami ledakan pengangguran mana kala moratorium itu diberlakukan. (mei/mok)
[detiknews.com]
0 Comments:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.