PestaBaca.info - Jakarta, Kasus meninggalnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ruyati karena hukuman pancung di Arab Saudi menjadi pelajaran bagi pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menangani warga negara Indonesia, termasuk TKI, yang terancam hukuman mati.
Seperti diketahui, saat ini sebanyak 26 TKI perlu mendapat perhatian ekstra karena terjerat masalah hukum di Arab Saudi. Mereka juga terancam hukuman mati.
SBY mengklaim, secara fungsional penanganan TKI bermasalah selama ini sudah berjalan. “Tapi, saya memandang perlu untuk dibentuk satgas khusus untuk menangani masalah tersebut secara terus-menerus,” katanya dalam keterangan di Kantor Presiden, kemarin.
Keterangan itu adalah yang pertama dari SBY sejak pemberitaan mengenai kasus Ruyati mencuat. SBY mengaku prihatin dan berduka dengan pelaksanaan eksekusi terhadap Ruyati yang dilakukan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Karena itu, dia mengaku telah mengirimkan surat protes kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis. “Saya protes atas eksekusi yang menabrak tata krama kelaziman yang tidak memberitahu pihak Indonesia,” katanya.
SBY mengatakan, pemerintah telah memutuskan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi yang akan berlaku efektif mulai 1 Agustus. Sedang untuk pengiriman ke negara Timur Tengah lainnya, dia masih menunggu hasil kerja tim terpadu yang telah bekerja sejak beberapa bulan lalu. “Setelah tim itu melaporkan kepada saya, akan saya putuskan apakah moratorium berlaku selain di Arab,” kata SBY.
Dalam keterangan pers tersebut, SBY mempersilakan tiga menterinya, yakni Menlu Marty Natalegawa, Menkum HAM Patrialis Akbar, dan Menakertrans Muhaimin Iskandar untuk menjelaskan secara rinci penanganan TKI, khususnya terkait dengan Ruyati.
Namun penjelasan yang diberikan terkesan lebih berupa pembelaan diri pemerintah. Menlu Marty, misalnya. Dia menyebutkan, dalam kasus Ruyati sudah ada pendampingan sejak awal ditahan. Pihak Konjen RI juga sudah berupaya meminta pengampunan kepada pihak keluarga meski ditolak.
Marty mengatakan, situasi yang dialami Indonesia saat ini pernah dialami oleh negara lain. Seperti, penanganan buruh migran asal India dan Srilanka yang terlilit hukum di Saudi. “Negara itu pun juga mengajukan protes bila warga negaranya dihukum mati tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,” katanya. Bahkan Filipina, enam warganya yang menjalani hukuman mati.
Mantan Dubes RI untuk PBB itu juga mengklaim, pemerintah pernah membebaskan WNI dari hukuman mati. Dia juga menyebut perlindungan yang diberikan kepada WNI di negara-negara konflik, seperi Mesir, Tunisia, dan Libya. Begitu juga penyelamatan dari perompak Somalia dan radiasi nuklir.
Sementara Menkum HAM Patrialis Akbar mengatakan, pemerintah telah melakukan langkah-langkah advokasi bagi TKI yang terjerat masalah hukum. Termasuk bertemu dengan otoritas Arab Saudi untuk membebaskan tanpa syarat mereka yang menghadapi masalah hukum.
Ditemui secara terpisah, Menakertrans Muhaimin Iskandar menjelaskan, satgas khusus yang dibentuk tersebut akan bekerja di bawah koordinasi Kementerian Hukum HAM. Dia membantah jika tugas satgas itu akan berbenturan dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNPTKI).
Satgas itu, lanjut dia, dalam waktu dekat akan segera bekerja. “Minggu ini insya Allah (satgas terbentuk),” ucap ketua umum PKB itu.
Di bagian lain, pernyataan SBY dinilai beberapa kalangan klise dan sudah basi. Analis kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo misalnya mengatakan statemen itu sudah terlambat. "Orang-orang sudah banyak menggelar doa bersama, baru mengeluarkan pernyataan sikap," tandasnya.
Yang membuat Wahyu masih geregetan adalah, dalam pidato tersebut masih belum ada pernyataan permohonan maaf dari pemerintah kepada masyarakat. Sebaliknya, pemerintah terkesan menjadi seperti juru bicara pemerintah Arab Saudi.
Sementara terkait kebijakan pemberlakuan moratorium penghentian TKI ke Arab Saudi, Wahyu mengatakan bisa berjalan optimal. Syaratnya, selama jeda penghentian pengiriman TKI tersebut pemerintah bergerak cepat membenahi sistem pemberangkatan TKI. Selain itu, harus diikuti evaluasi lembaga terkait pemberangkatan TKI
Di bagian lain, Komisi I DPR kemarin memanggil Dubes RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur. Dalam pertemuan ini, muncul desakan supaya Gatot mundur sebagai dubes. "Bapak itu gagal di Arab Saudi. Di tempat lain mungkin berkompeten," tandas Tantowi Yahya, anggota Komisi I.
Menanggapi desakan supaya mundur, Gatot hanya tersenyum. "Saya serahkan semuanya kepada presiden," tuturnya. (jpnn)
[fajar.co.id]
0 Comments:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.