Habibie & Ainun (2012)
Date of watching: 20 December 2012
Cinema: Setiabudi One 21
Duration: 118 minutes
Screenplay by: Gina S. Noer & Ifan A. Ismail
Starring by: Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari, Bayu Oktara, Hanung Bramantyo
Directed by: Faozan Rizal
Intisari: Habibie (Reza
Rahadian) tak menyangka bahwa teman semasa SMA dulu, Ainun (Bunga Citra
Lestari) telah berubah menjadi seorang dokter cantik yang memesona
banyak pria, termasuk dirinya. Jalan hidup membawa keduanya menjadi
pasangan suami istri. Ainun selalu berada di sisi Habibie dan mendukung
suaminya mengembangkan mesin pesawat di Jerman, meski itu berarti dia
harus meninggalkan profesinya sebagai dokter di Indonesia. Berbagai
kesulitan hidup dilalui bersama hingga akhirnya tanah air memanggil
mereka pulang untuk mengabdi. Ternyata tekanan dan cobaan tak berhenti
menghampiri mereka di tanah air.
Bagaimana keduanya bisa menghadapi
ujian dan tetap mempertahankan keutuhan cinta sehidup semati?
###
Sekali lagi, buku atau novel bestseller
membuktikan kejayaannya dengan menjelma ke layar lebar. Setelah film
5cm. yang diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Donny
Dhirgantoro, kini giliran Habibie & Ainun menyemarakkan
bioskop-bioskop tanah air.
Diangkat dari buku laris yang
menceritakan kisah cinta presiden ketiga Indonesia dan juga ditulis
langsung oleh sang mantan presiden, B.J. Habibie, film ini luar biasa
menyedot perhatian banyak orang. Entah faktor “based on true story”, “based on bestselling book”,
atau popularitas Habibie sebagai mantan presiden yang kisahnya
dijadikan film tersebut, yang jelas bioskop kemarin penuh sesak dengan
penonton. Ini jarang terjadi untuk perilisan film lokal, makanya bisa
dibilang industri perfilman Indonesia sedang menikmati penutupan akhir
tahun yang manis.
Sekarang, mari bicara tentang filmnya.
Gue belum baca bukunya, tapi tanpa membacanya pun gue bisa menangkap
dengan baik jalan cerita dalam film ini. Ceritanya berjalan dengan runut
dan detil-detil pada tahun 1960-an, saat Habibie dan Ainun mulai
berkencan hingga akhirnya menikah, dituturkan dengan memikat. Naskahnya
digarap dengan baik, meskipun kentara sekali kesan hati-hati dan
beberapa bagian yang agak kaku, Gina S. Noer dan bisa dibilang sudah
maksimal menerjemahkan buku tersebut menjadi sebuah skenario yang baik.
Meski rapi dan runut setting
waktunya, ada yang terasa ganjil dalam film ini. Entah skenarionya atau
interpretasi beberapa aktor yang kurang baik, beberapa dialog tokohnya
beberapa kali memakai bahasa yang jaman sekarang banget, seperti “kelewat“, “nyampe“, dan “enggak“.
Beruntung sekali skenarionya
diterjemahkan dengan sangat baik oleh kru film ini, sehingga sedikit
menutupi keganjilan bahasa dialog beberapa tokohnya. Kru film ini
terlihat maksimal menggarap properti film demi mendukung setting waktu ceritanya. Dari tempat, properti pendukung, hingga wardrobe
yang sangat khas di masa itu juga sangat diperhatikan. Detil-detilnya
rapi dan disusun sebaik mungkin. Ditambah dengan cuplikan video-video
berita masa pemerintahan Soeharto, mulai dari video kerusuhan 1998
hingga lengsernya presiden ke-dua Indonesia itu, membuat film ini sangat
meyakinkan.
Adegan yang menggelikan dan melibatkan properti barang kali saat penonton digiring melihat seorang pria, memasang foto a la negarawan Reza Rahadian dan menyandingkannya dengan foto Soeharto.
Maksudnya sih baik ya. Buat visualisasiin
bahwa Habibie yang diperankan Reza diangkat sebagai Wakil Presiden kala
itu. Tapi tetap aja bikin ngakak ngeliatnya. Akan lebih baik kalau
adegan itu dicut aja saat proses editing.
Ada beberapa mishaps yang muncul
di film ini dan masih bisa ditolerir. Kesalahan terbesar yang sangat
mengganggu mata dan ngajak berantem nalar gue di film ini terletak pada
(setidaknya) empat brand seliweran seenak jidatnya. Camilan cokelat, sirup, kosmetik wanita, dan logo minimarket di mesin e-toll card yang bahkan pada masa itu belum ada, dengan gegabahnya muncul dan menggelitik emosi gue dengan sukses.
Nggak ada yang salah dengan memasukkan produk ke dalam sebuah film.
Di Amerika malahan ada banyak banget film dengan sisipan iklan di alur
ceritanya. Tapi penyisipan itu pake strategi dan berjalan dengan mulus,
sehingga penonton pun memakluminya dan nggak ngerasa keberatan.
Habibie & Ainun harus menjadi pelajaran bagi sponsor yang mau mendukung produksi film Indonesia. Product placement sembarangan justru bikin penonton nggak simpatik.
Kalau mau kembali membicarakan hal yang positif di film ini, itu adalah akting Reza sebagai Habibie yang keren. He’s done his homework very well.
Gestur dan cara bicara Habibie ditirukannya dengan baik. Reza berhasil
tampil cerdas dan meyakinkan, meskipun secara fisik dia tidak mirip
dengan sang mantan presiden.
Di sisi lain, Bunga Citra Lestari tidak
seberuntung Reza yang memiliki banyak referensi tentang Habibie. Baik
dari video berita, buku, maupun bertemu langsung dengan Habibie in person
bisa dilakukan untuk menjiwai perannya. Sementara Hasri Ainun telah
meninggal dunia, serta dokumentasi tentangnya tidak begitu banyak,
sehingga bisa dimaklumi bila akting Bunga tidak begitu gereget. Meski
begitu, chemistry antara Bunga dan Reza terjalin dengan sangat
baik. Ini penting, sebab film ini memang menonjolkan kisah cinta kedua
pasangan tersebut sewaktu maut belum memisahkan mereka.
Above all, Habibie & Ainun
merupakan film Indonesia yang layak ditonton. Film ini dan juga film
5cm. berhasil menggairahkan lagi minat penonton terhadap film-film
lokal. Semoga aja ini jadi pertanda baik buat kemajuan industri film
Indonesia tahun depan dan seterusnya.
Trivia: Reza Rahadian
mendapat kritikan dan masukan langsung oleh Habibie dalam memerankan
tokohnya di film ini. Berkat masukan tersebut, Reza jadi tahu kebiasaan
Habibie mencium kedua mata mendiang Ainun dan melakoninya alam film.
Quotes: Kamu ini
pemimpin negara. Kalau kamu nggak bisa pimpin tubuh kamu sendiri, gimana
kamu bisa pimpin tubuh dua ratus juta orang? (Ainun)
Rating: Terlepas dari tebengan iklannya yang bikin eneg Okelah! (oleh: dearmarintan)
Sumber: cinemalone.wordpress.com